Senin, Desember 15
PERKEMBANGAN MASYARAKAT INDONESIA PADA MASA ORDE BARU
Dampak G.30.S PKI 1965
Peristiwa berdarah itu memiliki dampak yang cukup luas dalam bebagai aspek misalnya :
Secara sosial-politik peristiwa G.30.S PKI 1965 menyebabkan jtimbulnya gelombang demonstrasi KAMI,KAPI dsb yang berlanjut dengan kekuarnya SUPERSEMAR dan berujung pada jatuhnya kepemimpinan Presiden Soekarno.
Secara sosiopsikologis menimbulkan dampak trauma yang cukup mendalam khususnya bagi para keluarga korban baik sebelum maupun sesudah 1 Oktober 1945
Peralihan kekuasaan
Setelah Jenderal Soeharto menerima supersemar langkah yang ditempuh:
• Membubarkan PKI dan ormas-ormasnya dan menyatakan sebagai organisasi terlarang (12 Maret 1966)
• Mengamankan 15 menteri kabinet Dwikora yang tersangkut peristiwa G 30 S PKI
• Membersihkan lembaga legislatif dan lainnya dari unsur-unsur PKI khususnya MPRS dan DPR-GR
• Memanggil anggota MPRS u/ mengadakan SIDANG UMUM
Sidang Umum IV MPR(S) tahun 1966 menghasilkan 24 Tap. Diantaranya Tap.No.IX/MPRS/1966 tentang pengukuhan Supersemar
Sidang Istimewa tahun 1967 yang menghasilkan Tap .No.XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan mandat kekuasaan pemerintahan Presiden Soekarno dan pengangkatan pengemban Supersemar sebagfai Pejabat Presiden
Sidang Umum V tahun 1968 dengan Tap.No.XLIV/MPRS/1968 yang mengangkat Jenderal Soeharto segai Presiden Republik Indonesia. Dengan demikian proses peralihan kekuasaan dari Presiden Soekarno ke Jenderal Soeharto berlangsung konstitusional.
Melalui Sidang Umum MPRS tahun 1968 Jenderal Soeharto diangkat sebagai presiden republik Indonesia.Selanjutnya disusun kabinet yang nantinya dikenal sebagai Kabinet Pembangunan. Untuk memberikan arah bagi pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional maka MPR menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Kebijakan pemerintahan Orde Baru menyangkut 2 hal pokok yaitu:
1.Kebijakan Politik yang berusaha menciptakan stabilitas politik, baik politik dalam negeri maupun politik luarnegeri.Untuk stabilitas dalam negeri dilakukan :penyederhanaan partai politik,dwi fungsi ABRI,penataran P4 sedangkan yang menyangkut politikluar negeri seperti menjadi anggota PBB,normalisasi hubungan dengan Malaysia,serta merintis berdirinya ASEAN, serta Aktif dalam gerakan Non Blok
2.Kebijakan Ekonomi yang berusaha menciptakan stabilitas ekonomi.Implementasi dari kebijakan ini dengan cara melaksanakan pembangunan di segala bidang,termasuk menjadi anggota IMF. Pelaksanakan pembangunan nasional dengan menggunakan strategi pembangunan nasional jangka panjang (25 tahun) dan jangka pendek yang dikenal dengan Rencana Pembangunan Lima Tahun ( Repelita).Repelita pertama dimulai pada tanggal 1 April 1969 s.d 31 Maret 1974. Pelaksanaan pembangunan tersebut bertumpu pada Trilogi pembangunan dan delapan jalur pemerataan.
Didalam perkembangannya peran negara sangat kuat dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, hal ini terlihat :
Bidang Politik
a.Lembaga Kepresidenan lebih dominan dibandingkan lembaga negara lain
b.Rekruitmen politik yang tertutup
c.Birokrasi sebagai alat pemerintahan
d.Sentalisasi kekuasaan ditangan Presiden
e.Kebijakan publik yang tidak transparan
f.Adanya Dwi Fungsi ABRI
G.Dominasi Golkar dalam pemerintahan
Bidang Ekonomi
a.Mengutamakan pertumbuhan ekonomi
b.Terikat dengan bantuan luar negeri( pinjaman)
c.Model Konglomerasi
Bidang Sosial- Budaya
a.Pembangunan Sekolah Dasar melalui Inpres
b.Pembudayaan Pancasila melalui penataran P4 pada semua institusi
c.Kebijakan transmigrasi dan program KB sebagi upaya mengatasi masalah kependudukan
Dampak yang terjadi atas menguatnya peran negara tersebut antara lain:
Bidang politik
a.Pemerintahan cenderung otoriter, sentralistik
b.Perkembangan demokrasi terhambat
Bidang ekonomi
a.Perekonomian tidak memiliki landasan yang kuat
b.Terjadinya konglomerasi yang melahirkan konglomerat
b.Terciptanya kesenjangan kesenjangan
b.Timbulnya KKN
Bidang Sosial- Budaya
a.Timbul budaya ”petunjuk”,ABS
b. Implementasi HAM sangat rendah
Bidang Hukum
a. Lembaga peradilan kurang independen
b. Keberpihakan hukum kepada yang kuat ,kurang mendatangkan rasa keadilan
Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru
perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000
sukses transmigrasi
sukses KB
sukses memerangi buta huruf
sukses swasembada pangan
pengangguran minimum
sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
sukses Gerakan Wajib Belajar
sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
sukses keamanan dalam negeri
Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia
sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri
Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru
semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme
pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan sosial ,kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah terutama di Aceh dan Papua
kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya
kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibreidel
penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program "Penembakan Misterius" (petrus)
tidak ada rencana suksesi (pergantian pimpinan nasional)
AKHIR PEMERINTAHAN ORDE BARU DAN GERAKAN REFORMASI
MPR hasil Pemilu 1997 mengadakan Sidang Umum pada bulan Maret tahun1998 dan Jenderal Soeharto terpilih menjadi presiden untuk jabatan ke tujuh kalinya.Gelombang reformasi sudah mulai terasa karena sebagian masyarakat menolak kondisi tersebut.
Gerakan Reformasi yang terjadi pada awalnya mengagendakan beberapa hal berikut :
-Adili Soeharto dan kroni-kroninya
-Amandemen UUD 1945
-Hapus Dwi Fungsi ABRI
-Pelaksanaan otonomi daerah seluas mungkin
-Penegakan Supremasi hukum
-Pemerintahan yang bebas kolusi,korupsi dan nepotisme (KKN)
Gerakan reformasi yang dipelopori masyarakat kampus, kelompok kritis dan elemen-elemen lainya menghendaki perubahan terutama pada paket Undang-Undang Politik :
- UU No. 1/ 1985 tentang Pemilu
- UU No. 2/ 1985 tentang Susduk,tugas dan wewenang DPR/MPR
- UU No. 3 / 1985 tentang Parpol dan Golkar
- UU No. 5/ 1985 tentang Referendum
- UU No. 8/ 1985 tentang Ormas
Tuntutan tersebut tidak terpenuhi sehingga gelombang demonstrasi mencapai puncak dan melalui aksi-aksi lainnya.
Keruntuhan Orde Baru
Faktor umum pendorong runtuhnya pemerintahan Orde Baru:
Faktor ideologi:
Terjadi pembudayaan Pancasila dengan penataran P4
Faktor politik:
Pemerintahan yang otoriter
Dwifungsi ABRI
Demokrasi kurang berkembang
Faktor hukum:
Lemahnya penegakkan hukum
Faktor sosial ekonomi:
Praktik kolusi,korupsi dan nepotisme(KKN)
Konglomerasi yg menimbulkan kesenjangan
Faktor (khusus) :
Krisis moneter dan krisis ekonomi yang meluas menjadi krisis multidimensi
Gerakan reformasi di segala bidang terutama sejak tahun 1998
Peristiwa Kerusuhan 13-14 mei 1998
KRONOLOGI KERUNTUHAN ORBA
10 Maret
Soeharto terpilih kembali untuk masa jabatan lima tahun yang ketujuh kali dengan menggandeng B.J. Habibie sebagai Wakil Presiden.
14 Maret
Soeharto mengumumkan kabinet baru yang dinamai Kabinet Pembangunan VII.
15 April
Soeharto meminta mahasiswa mengakhiri protes dan kembali ke kampus karena sepanjang bulan ini mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi swasta dan negeri melakukan berunjukrasa menuntut dilakukannya reformasi politik
18 April
Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI Jendral Purn. Wiranto dan 14 menteri Kabinet Pembangunan VII mengadakan dialog dengan mahasiswa di Pekan Raya Jakarta.
1 Mei
Soeharto melalui Menteri Dalam Negeri Hartono dan Menteri Penerangan Alwi Dahlan mengatakan bahwa reformasi baru bisa dimulai tahun 2003.
2 Mei
Pernyataan itu diralat dan kemudian dinyatakan bahwa Soeharto mengatakan reformasi bisa dilakukan sejak sekarang (1998).
4 Mei
Harga BBM melonjak tajam hingga 71%, disusul tiga hari kerusuhan di Medan dengan korban sedikitnya 6 meninggal.
7-8 Mei
Peristiwa Cimanggis, Peristiwa Gejayan,keduanya bentrok antara mahasiswa-aparat
9 Mei
Soeharto berangkat seminggu ke Mesir untuk menghadiri pertemuan KTT G-15.
12 Mei
Tragedi Trisakti, 4 mahasiswa Trisakti terbunuh.
13 Mei
Mal Ratu Luwes di Jl. S. Parman termasuk salah satu yang dibakar di Solo
Kerusuhan Mei 1998 pecah di Jakarta. kerusuhan juga terjadi di kota Solo.
14 Mei
Demonstrasi terus bertambah besar hampir di semua kota di Indonesia, demonstran mengepung dan menduduki gedung-gedung DPRD di daerah.
.
15 Mei
Selesai mengikuti KTT G-15, tanggal 15 Mei l998, Presiden Soeharto kembali ke tanah air dan mendarat di lapangan Halim Perdanakusuma di Jakarta, subuh dini hari. Menjelang siang hari, Presiden Soeharto menerima Wakil Presiden B.J. Habibie dan sejumlah pejabat tinggi negara lainnya.
17 Mei
Menteri Pariwisata, Seni dan Budaya, Abdul Latief melakukan langkah mengejutkan pada Ahad, 17 Mei 1998. Ia mengajukan surat pengunduran diri kepada Presiden Soeharto dengan alasan masalah keluarga, terutama desakan anak-anaknya.
18 Mei
Pukul 15.20 WIB, Ketua MPR yang juga ketua Partai Golkar, Harmoko di Gedung DPR, yang dipenuhi ribuan mahasiswa, dengan suara tegas menyatakan, demi persatuan dan kesatuan bangsa, pimpinan DPR, baik Ketua maupun para Wakil Ketua, mengharapkan Presiden Soeharto mengundurkan diri secara arif dan bijaksana. Harmoko saat itu didampingi seluruh Wakil Ketua DPR, yakni Ismail Hasan Metareum, Syarwan Hamid, Abdul Gafur, dan Fatimah Achmad.
pernyataan itu disampaikan secara kolektif. Wiranto mengusulkan pembentukan "Dewan Reformasi".
Gelombang pertama mahasiswa dari FKSMJ dan Forum Kota memasuki halaman dan menginap di Gedung DPR/MPR.
19 Mei
Pukul 09.00-11.32 WIB, Presiden Soeharto bertemu ulama dan tokoh masyarakat, yakni Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama Abdurrahman Wahid, budayawan Emha Ainun Nadjib, Direktur Yayasan Paramadina Nucholish Madjid, Ketua Majelis Ulama Indonesia Ali Yafie, Prof Malik Fadjar (Muhammadiyah), Guru Besar Hukum Tata Negara dari Universitas Indonesia Yusril Ihza Mahendra, KH Cholil Baidowi (Muslimin Indonesia), Sumarsono (Muhammadiyah), serta Achmad Bagdja dan Ma'aruf Amin dari NU. Dalam pertemuan yang berlangsung selama hampir 2,5 jam (molor dari rencana semula yang hanya 30 menit) itu para tokoh membeberkan situasi terakhir, dimana eleman masyarakat dan mahasiswa tetap menginginkan Soeharto mundur. Soeharto lalu mengajukan pembentukan Komite Reformasi
Ribuan mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR, Jakarta.
Amien Rais mengajak massa mendatangi Lapangan Monumen Nasional untuk memperingati Hari Kebangkitan Nasional.
Dilaporkan bentrokan terjadi dalam demonstrasi di Universitas Airlangga, Surabaya.
20 Mei
Amien Rais membatalkan rencana demonstrasi besar-besaran di Monas, setelah 80.000 tentara bersiaga di kawasan Monas.
500.000 orang berdemonstrasi di Yogyakarta, termasuk Sultan Hamengkubuwono X. Demonstrasi besar lainnya juga terjadi di Surakarta, Medan, Bandung.
Harmoko mengatakan Soeharto sebaiknya mengundurkan diri pada Jumat, 22 Mei, atau DPR/MPR akan terpaksa memilih presiden baru
Pukul 14.30 WIB, 14 menteri bidang ekuin mengadakan pertemuan di Gedung Bappenas. Dua menteri lain, yakni Mohamad Hasan dan Menkeu Fuad Bawazier tidak hadir. Mereka sepakat tidak bersedia duduk dalam Komite Reformasi, ataupun Kabinet Reformasi hasil reshuffle. Semula ada keinginan untuk menyampaikan hasil pertemuan itu secara langsung kepada Presiden Soeharto, tetapi akhirnya diputuskan menyampaikannya lewat sepucuk surat. Alinea pertama surat itu, secara implisit meminta agar Soeharto mundur dari jabatannya. Perasaan ditinggalkan, terpukul, telah membuat Soeharto tidak mempunyai pilihan lain kecuali memutuskan untuk mundur. Ke-14 menteri itu adalah Akbar Tandjung, AM Hendropriyono, Ginandjar Kartasasmita, Giri Suseno, Haryanto Dhanutirto, Justika Baharsjah, Kuntoro Mangkusubroto, Rachmadi Bambang Sumadhijo, Rahardi Ramelan, Subiakto Tjakrawerdaya, Sanyoto Sastrowardoyo, Sumahadi, Theo L. Sambuaga dan Tanri Abeng.
Pukul 20.00 WIB, surat itu kemudian disampaikan kepada Kolonel Sumardjono. Surat itu kemudian disampaikan kepada Presiden Soeharto.
Soeharto kemudian bertemu dengan tiga mantan Wakil Presiden; Umar Wirahadikusumah, Sudharmono, dan Try Sutrisno.
Pukul 23.00 WIB, Soeharto memerintahkan ajudan untuk memanggil Yusril Ihza Mahendra, Mensesneg Saadillah Mursjid, dan Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto. Soeharto sudah berbulat hati menyerahkan kekuasaan kepada Wapres BJ Habibie.
Wiranto sampai tiga kali bolak-balik Cendana-Kantor Menhankam untuk menyikapi keputusan Soeharto. Wiranto perlu berbicara dengan para Kepala Staf Angkatan mengenai sikap yang akan diputuskan ABRI dalam menanggapi keputusan Soeharto untuk mundur. Setelah mencapai kesepakatan dengan Wiranto, Soeharto kemudian memanggil Habibie.
Pukul 23.20 WIB, Yusril Ihza Mahendra bertemu dengan Amien Rais. Dalam pertemuan itu, Yusril menyampaikan bahwa Soeharto bersedia mundur dari jabatannya. kata-kata yang disampaikan oleh Yusril itu, "The old man most probably has resigned". Yusril juga menginformasikan bahwa pengumumannya akan dilakukan Soeharto 21 Mei 1998 pukul 09.00 WIB. Kabar itu lalu disampaikan juga kepada Nurcholish Madjid, Emha Ainun Najib, Utomo Danandjaya, Syafii Ma'arif, Djohan Effendi, H Amidhan, dan yang lainnya. Lalu mereka segera mengadakan pertemuan di markas para tokoh reformasi damai di Jalan Indramayu 14 Jakarta Pusat, yang merupakan rumah dinas Dirjen Pembinaan Lembaga Islam, Departemen Agama, Malik Fadjar. Di sana Cak Nur - panggilan akrab Nurcholish Madjid - menyusun ketentuan-ketentuan yang harus disampaikan kepada pemerintahan baru
21 Mei
Pukul 9.00 WIB, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya pada pukul 9.00 WIB.Momen ini dianggap akhir dari pemerintahan Orde baru
Wakil Presiden B.J. Habibie menjadi presiden baru Indonesia.
Jenderal Wiranto mengatakan ABRI akan tetap melindungi presiden dan mantan-mantan presiden, "
Menurut Yusril Ihza Mahendra, bahwa proses pengalihan kekuasaan adalah sah dan konstitusional
ERA REFORMASI(1998-sekarang)
Pemerintahan Habibie
Era Pasca Soeharto atau Era Reformasi di Indonesia dimulai pada pertengahan 1998, tepatnya saat Presiden Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 dan digantikan wakil presiden BJ Habibie.
Presiden Habibie segera membentuk sebuah kabinet. Pada tanggal 22 Mei 1998 Habibie mengumumkan susunan "Kabinet Reformasi".
Pengangkatan Habibie sebagai Presiden
Sidang Istimewa MPR yang mengukuhkan Habibie sebagai Presiden, ditentang oleh gelombang demonstrasi dari puluhan ribu mahasiswa dan rakyat di Jakarta dan di kota-kota lain. Gelombang demonstrasi ini memuncak dalam peristiwa Tragedi Semanggi, yang menewaskan 18 orang
Letjen Prabowo Subiyanto dicopot dari jabatan Panglima Kostrad. Di Gedung DPR/MPR, bentrokan hampir terjadi antara pendukung Habibie yang memakai simbol-simbol dan atribut keagamaan dengan mahasiswa yang masih bertahan di Gedung DPR/MPR. Mahasiswa menganggap bahwa Habibie masih tetap bagian dari Rezim Orde Baru. Tentara mengevakuasi mahasiswa dari Gedung DPR/MPR ke Universitas Atma Jaya
.Masa pemerintahan Habibie ditandai dengan dimulainya kerjasama dengan Dana Moneter Internasional untuk membantu dalam proses pemulihan ekonomi. Selain itu, Habibie juga melonggarkan pengawasan terhadap media massa dan kebebasan berekspresi.
Presiden BJ Habibie mengambil prakarsa untuk melakukan koreksi. Sejumlah tahanan politik dilepaskan. Sri Bintang Pamungkas dan Muchtar Pakpahan dibebaskan, tiga hari setelah Habibie menjabat. Tahanan politik dibebaskan secara bergelombang. Tetapi, Budiman Sudjatmiko dan beberapa petinggi Partai Rakyat Demokratik baru dibebaskan pada era Presiden Abdurrahman Wahid. Setelah Habibie membebaskan tahanan politik, tahanan politik baru muncul. Sejumlah aktivis mahasiswa diadili atas tuduhan menghina pemerintah atau menghina kepala negara. Desakan meminta pertanggungjawaban militer yang terjerat pelanggaran HAM tak bisa dilangsungkan karena kuatnya proteksi politik. Bahkan, sejumlah perwira militer yang oleh Mahkamah Militer Jakarta telah dihukum dan dipecat karena terlibat penculikan, kini telah kembali duduk dalam jabatan struktural.
Beberapa langkah perubahan diambil oleh Habibie, seperti liberalisasi parpol, pemberian kebebasan pers, kebebasan berpendapat, dan pencabutan UU Subversi. Walaupun begitu Habibie juga sempat tergoda meloloskan UU Penanggulangan Keadaan Bahaya, namun urung dilakukan karena besarnya tekanan politik dan kejadian Tragedi Semanggi II yang menewaskan mahasiswa UI, Yun Hap.
Kejadian penting dalam masa pemerintahan Habibie adalah keputusannya untuk mengizinkan Timor Timur untuk mengadakan referendum yang berakhir dengan berpisahnya wilayah tersebut dari Indonesia pada Oktober 1999. Keputusan tersebut terbukti tidak populer di mata masyarakat sehingga hingga kini pun masa pemerintahan Habibie sering dianggap sebagai salah satu masa kelam dalam sejarah Indonesia.
Pemisahan Timor Timur menjadi negara merdeka melalui referendum yang disponsori oleh PBB; konflik antar pro-kemerdekaan dan pro-Indonesia menimbulkan banyak korban jiwa.
Pemilu 1999 -
Pemilu untuk MPR, DPR, dan DPRD diadakan pada 7 Juni 1999. PDI Perjuangan pimpinan putri Soekarno, Megawati Sukarnoputri keluar menjadi pemenang pada pemilu parlemen dengan mendapatkan 34% dari seluruh suara; Golkar (partai Soeharto - sebelumnya selalu menjadi pemenang pemilu-pemilu sebelumnya) memperoleh 22%; Partai Persatuan Pembangunan pimpinan Hamzah Haz 12%; Partai Kebangkitan Bangsa pimpinan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) 10%.
Serangkaian hal yang perlu dicatat masa Habibi :
1.Pelaksanaan Sidang Istimewa MPR dengan segala produknya
2.Kebebasan mengeluarkan pendapat dimuka umum melalui UU.No.8 /1998
3..Pelaksanaan Pemilu 1999
4.Pemisahan Polisi dengan ABRI dan selanjutnya ABRI berubah menjadi TNI dengan 3 angkatan darat, laut, dan udara.
5.Pencabutan paket UU politik tahun 1985 dan digantikan UU yang baru
Pemilu 1999 dengan 48 kontestan mengantarkan KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) sebagai Presiden dan Megawati sebagai Wakil Presiden .Dengan demikian berakhirlah masa transisi reformasi dan bangsa Indonesia memasuki era reformasi dengan segala perubahannya.
Pemerintahan Wahid
Dari hasil pemilu 1999 mestinya Megawati yang menjadi Presiden ,tetapi karena jabatan presiden masih dipilih oleh MPR saat itu, Megawati tidak secara langsung menjadi presiden. Abdurrahman Wahid, pemimpin PKB, partai dengan suara terbanyak kedua saat itu, terpilih kemudian sebagai presiden Indonesia ke-4. Megawati sendiri dipilih Gus Dur sebagai wakil presiden
Pada Oktober 1999, MPR melantik Abdurrahman Wahid sebagai presiden dan Megawati sebagai wakil presiden untuk masa bakti 5 tahun. Wahid membentuk kabinet pertamanya, Kabinet Persatuan Nasional pada awal November 1999 dan melakukan reshuffle kabinetnya pada Agustus 2000.
Pemerintahan Presiden Wahid meneruskan proses demokratisasi dan perkembangan ekonomi di bawah situasi yang menantang. Di samping ketidakpastian ekonomi yang terus berlanjut, pemerintahannya juga menghadapi konflik antar etnis dan antar agama, terutama di Aceh, Maluku, dan Papua. Di Timor Barat, masalah yang ditimbulkan rakyat Timor Timur yang tidak mempunyai tempat tinggal dan kekacauan yang dilakukan para militan Timor Timur pro-Indonesia mengakibatkan masalah-masalah kemanusiaan dan sosial yang besar. MPR yang semakin memberikan tekanan menantang kebijakan-kebijakan Presiden Wahid, menyebabkan perdebatan politik yang meluap-luap.
Pemerintahan Megawati(2001-2004)
Pada Sidang Umum MPR pertama pada Agustus 2000, Presiden Wahid memberikan laporan pertanggung jawabannya. Pada 29 Januari 2001, ribuan demonstran menyerbu MPR dan meminta Presiden agar mengundurkan diri dengan alasan keterlibatannya dalam skandal korupsi. Di bawah tekanan dari MPR untuk memperbaiki manajemen dan koordinasi di dalam pemerintahannya, dia mengedarkan keputusan presiden yang memberikan kekuasaan negara sehari-hari kepada wakil presiden Megawati. Megawati mengambil alih jabatan presiden tak lama kemudian.
Pengangkatan Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden
Melalui Sidang Istimewa MPR pada 23 Juli 2001, Megawati secara resmi diumumkan menjadi Presiden Indonesia ke-5.
Meski ekonomi Indonesia mengalami banyak perbaikan, seperti nilai mata tukar rupiah yang lebih stabil, namun Indonesia pada masa pemerintahannya tetap tidak menunjukkan perubahan yang berarti dalam bidang-bidang lain.
Popularitas Megawati yang awalnya tinggi di mata masyarakat Indonesia, menurun seiring dengan waktu. Hal ini ditambah dengan sikapnya yang jarang berkomunikasi dengan masyarakat sehingga mungkin membuatnya dianggap sebagai pemimpin yang 'dingin'.
Sejak kenaikan Megawati sebagai presiden, aktivitas terorisme di Indonesia meningkat tajam, beberapa peledakan bom terjadi seperti di Jakarta,Bali dan tempat- tempat lain yang menyebabkan sentimen negatif terhadap Indonesia dari kancah internasional
Pemilihan Umum
Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 2004 diselenggarakan secara serentak pada tanggal 5 April 2004
Pemilu pada waktu ini bertujuan untuk memilih 550 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 128 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2004-2009.
Pemilihan Umum Anggota DPR
Pemilihan Umum Anggota DPR dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka, dan diikuti oleh 24 partai politik. Dari 124.420.339 orang pemilih terdaftar, 124.420.339 orang (84,07%) menggunakan hak pilihnya. Dari total jumlah suara, 113.462.414 suara (91,19%) dinyatakan sah
Pemilihan Umum Anggota DPD
Pemilihan Umum Anggota DPD dilaksanakan dengan sistem distrik berwakil banyak, dengan peserta pemilu adalah perseorangan. Jumlah kursi anggota DPD untuk setiap provinsi ditetapkan sebanyak 4 kursi, dengan daerah pemilihan adalah provinsi
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia 2004
Pemilihan Umum untuk memilih pasangan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia periode 2004-2009. Pemilihan Umum ini adalah yang pertama kalinya diselenggarakan di Indonesia. Pemilihan Umum ini diselenggarakan selama 2 putaran.
Peserta Pemilhan Presiden secara langsung ini diantaranya 6 pasangan calon yang mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum
1. K.H. Abdurrahman Wahid dan Marwah Daud Ibrahim (dicalonkan oleh Partai Kebangkitan Bangsa)
2. Prof. Dr. HM. Amien Rais dan Dr. Ir. H. Siswono Yudo Husodo (dicalonkan oleh Partai Amanat Nasional)
3. Dr. H. Hamzah Haz dan H. Agum Gumelar, M.Sc. (dicalonkan oleh Partai Persatuan Pembangunan)
4. Hj. Megawati Soekarnoputri dan KH. Ahmad Hasyim Muzadi (dicalonkan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan)
5. H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla (dicalonkan oleh Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang, dan Partai Persatuan dan Kesatuan Indonesia)
6. H. Wiranto, SH. dan Ir. H. Salahuddin Wahid (dicalonkan oleh Partai Golongan Karya
Untuk putaran 1 meloloskan pasangan Megawati-Hasyim Muzadi dan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono –Jusuf Kalla.
Pada putaran 2 dimenangkan oleh pasangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Pemerintahan Yudhoyono(2004-2009)
Pada 2004, pemilu satu hari terbesar di dunia diadakan dan Susilo Bambang Yudhoyono tampil sebagai presiden baru Indonesia. Pemerintah baru ini pada awal masa kerjanya telah menerima berbagai cobaan dan tantangan besar, seperti gempa bumi besar di Aceh dan Nias pada Desember 2004 yang meluluh lantakkan sebagian dari Aceh serta gempa bumi lain pada awal 2005 yang mengguncang Sumatra.
Pada 17 Juli 2005, sebuah kesepakatan bersejarah berhasil dicapai antara pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka yang bertujuan mengakhiri konflik berkepanjangan selama 30 tahun di wilayah Aceh.
Sebagai respon terhadap reformasi di bentuk l embaga-lembaga negara seperti :
Mahkamah Konstitusi(MK)
Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Komisi nasional Perlindungan Anak (Komnas PA)
SUMBER:
1 http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia
2 Ranawijaya Usep ,Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta :Ghalia Indonesia,1982
3 Mustopo Habib,Prof Dr.Sejarah Untuk Kelas XII , Jakarta:Erlangga,2006
Langganan:
Postingan (Atom)